TEGAL, suaramerdeka-pantura.com - Laut dan kehidupan sebagai nelayan, sudah menjadi nafas hidup bagi masyarakat di pesisir Pantai Utara Tegal, Jawa Tengah. Berpuluh-puluh tahun, mereka menjadikan laut sebagai sumber mata pencaharian utama.
Mereka pun memiliki cara dan tradisi sendiri, untuk menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan, atas limpahan hasil alam yang diperoleh.
Salah satunya adalah tradisi Surakan. Tradisi Surakan merupakan tradisi yang diselenggrakan oleh pemilik dan kru kapal, saat pertama kali kapal diturunkan ke dermaga.
Kapal tersebut merupakan kapal baru, yang akan dioperasikan ke laut. Selain wujud syukur kepada Tuhan atas hadirnya kapal baru, tradisi Surakan juga sebagai bentuk doa, agar dalam operasional ke depannya, kapal tersebut bisa selamat dan terus menghasilkan ikan yang melimpah.
Tradisi Surakan, seperti digelar di KM Sumber Makmur, Sabtu (19/2/2022) sore. Tradisi Surakan di kapal milik Atun, warga Desa Wangadawa, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal itu digelar di kawasan Pelabuhan Kota Tegal.
Kapal dinahkodai oleh Warjoyo. Kapal itu merupakan kapal jaring kanton, dengan bobot 104 GT. Kapal berisi 25 anak buah kapal (ABK), dan biasanya melaut selama 2 bulan.
Semua kegiatan dalam tradisi Surakan dilakukan di atas kapal. Acara dimulai doa, yang dipimpin oleh tokoh agama dan dihadiri masyarakat sekitar.
Selain doa, dalam acara tersebut disediakan tumpeng dan aneka buah. Juga bingkisan yang dibawakan kepada tamu saat hendak pulang.