TEGAL, suaramerdeka-pantura.com - Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP2PA) Kota Tegal, menandatangani perjanjian kerja sama dengan Suara Merdeka, tentang Pemberitaan Ramah Anak.
Penandatanganan dilakukan secara simbolis oleh Kepala DPPKBP2PA Kota Tegal, Mohamad Afin bersama Kepala Kantor Wilayah Suara Merdeka Tegal, Wawan Hudiyanto, di Kantor Suara Merdeka setempat, Jumat (10/3/2023).
Dalam kerja sama tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk menerapkan pedoman pemberitaan yang ramah anak yang mendorong komunitas pers menghasilkan berita yang bernuansa positif dan berempati.
"Langkah ini bertujuan melindungi hak, harkat dan martabat anak yang terlibat persoalan hukum ataupun tidak. Baik anak sebagai pelaku, saksi maupun korban dengan ketentuan dan pasal-pasal," ungkap M Afin.
Baca Juga: Video Aksi Pengeroyokan di Ngaliyan Sempat Viral, Korban Hingga Tewas, Pelaku Akhirnya Dilepas
Dijelaskan lebih lanjut, sesuai Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada pasal 19, maka identitas anak, anak korban, dan atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.
Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nama anak, nama anak korban, nama anak saksi, nama orang tua, alamat, wajah dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak, anak korban, dan atau anak saksi.
"Semoga dengan adanya kerja sama ini, Suara Merdeka dapat berpartisipasi untuk memberikan perlindungan kepada anak," tukasnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Suara Merdeka Tegal, Wawan Hudiyanto, menyambut baik kegiatan tersebut dan menyatakan siap bersinergi serta berkolaborasi dalam mendukung program pemerintah.
Baca Juga: Kombes Pol Dwi Agus Prianto Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum
Berkaitan dengan pemberitaan ramah anak, Wawan mengemukakan, hal tersebut sudah menjadi kode etik jurnalistik yang tertuang dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Pers dilarang menyebut identitas anak-anak secara jelas. Baik nama sebagai pelaku atau diduga sebagai pelaku kejahatan dan asus yang menyangkut kesusilaan. Pers juga dilarang menyebut identitas korban kesusilaan bai anak-anak maupun bukan anak-anak," jelasnya.
Ditambahkan Wawan, dalam ketiga katagori tersebut semua identitas haruslah dikaburkan dengan berbagai cara dan sedemikian rupa, sehingga sulit untuk ditelusuri siapa sebenarnya yang dimaksud.
"Dalam pemberitaan, kami memiliki kode etik. Itu pun akan terfilter dengan penyelaras bahasa redaksi. Pada intinya, perlindungan identitas anak-anak ini wajib kita kedepankan karena untuk melindungi masa depan mereka," tandasnya.