PEKALONGAN, suaramerdeka-pantura.com - Selama hampir sepuluh tahun penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah berhasil merevolusi layanan kesehatan di Indonesia.
Selanjutnya, memasuki tahun kesepuluh, BPJS Kesehatan akan fokus pada peningkatan mutu layanan kesehatan kepada peserta. Selain itu juga mengejar capaian universal health coverage (UHC) sebesar 98 persen.
Hal ini disampaikan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti pada Diskusi Publik Outlook 2023: 10 Tahun Program JKN, Senin (30/1). Diskusi Publik diselenggarakan secara daring.
"Fokus utama BPJS Kesehatan saat ini adalah meningkatkan mutu layanan yang tidak ribet, meskipun masih ada. Pelayanan yang tidak diskriminatif, meskipun masih ada. Target BPJS Kesehatan menginjak tahun kesepuluh ini adalah mutu pelayanan bisa meningkat dan tidak diskriminatif," terangnya.
Ghufron mengatakan, masih banyak tantangan untuk menuju target tersebut. Sebab, penilaian mutu pelayanan merupakan penilaian subjektif dan standarnya selalu meningkat.
Menurutnya, salah satu upaya yang akan dilakukan di antaranya mengembangkan ekosistem digital. Peserta JKN bisa mengantre untuk mengakses layanan kesehatan dari rumah. Peserta yang sehat pun, kata dia, bisa memanfaatkannya melalui layanan konsultasi kesehatan.
Lebih lanjut Ghufron mengatakan, selama hampir satu dekade, program JKN telah berkembang menjadi program strategis yang memiliki kontribusi besar dan mampu membuka akses layanan kesehatan bagi masyarakat. “Sekarang rumah sakit antre ingin bekerja sama dengan BPJS Kesehatan,” sambungnya.
Ia memaparkan, kepesertaan JKN melonjak pesat dari 133,4 juta jiwa pada tahun 2014 menjadi 248,7 juta jiwa pada 2022. Sehingga, saat ini lebih dari 90 persen penduduk Indonesia telah terjamin program JKN.
Namun untuk peserta JKN dari segmen non Penerima Bantuan Iuran (PBI), pada tahun 2014 berjumlah 38,2 juta jiwa. Jumlah tersebut mencakup Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja. Kemudian pada tahun 2022, angka tersebut naik tajam menjadi 96,9 juta jiwa.
“Kami ditarget capaian UHC sebesar 98 persen. Satu hal yang tidak mudah. Ada sektor informal yang tidak masuk PBI,” jelasnya. Karena itu, ia mengajak berbagai pihak untuk bekerja sama guna mencapai UHC.
Di sisi lain, dalam kurun waktu hampir sepuluh tahun, penerimaan iuran JKN juga mengalami peningkatan menjadi lebih dari Rp 100 triliun, dari tahun 2014 sebesar Rp 40,7 triliun menjadi Rp 144 triliun pada tahun 2022 (unaudited).
Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir mengatakan, tidak ada satu negara pun di dunia yang memiliki peserta asuransi kesehatan terbesar seperti di Indonesia. Yakni hampir 248 juta lebih atau mencakup 93 persen dari penduduk Indonesia. “Kami bangga dengan adanya BPJS Kesehatan,” kata dia.
Namun, memasuki sepuluh tahun perjalanan JKN, ada berbagai tantangan yang dihadapi. Di antaranya mutu layanan kesehatan yang sering dikeluhkan masyarakat. Selain itu, akses layanan kesehatan.
“Faskes belum merata. Belum semua bisa memanfaatkan layanan faskes. Layanan jantung, misalnya, harus ada di mana-mana. BPJS Kesehatan mendukung Kementerian Kesehatan dalam perluasan akses,” paparnya.